![]() |
Kabel Aliran Listrik yang berada di SMA 4 Sungai Kakap yang diduga menjadi penyebab kebocoran sehingga rugikan PLN ratusan juta.SUARANUSANTARA/SK |
Supervisor Transaksi Energi PLN ULP Sungai Kakap, Nova Hidayat, mengungkapkan bahwa kebocoran tersebut diduga terjadi akibat sambungan kabel listrik langsung tanpa melalui alat pengukur resmi atau meteran (kWh meter). Temuan ini diperkirakan sudah berlangsung sejak awal tahun 2025.
“Kami menemukan adanya kabel yang langsung disambungkan sebelum masuk ke kWh meter. Kondisi box meteran pun sudah terbuka, dan arus listrik langsung masuk ke terminal kabel tanpa pengukuran,” jelas Nova saat dikonfirmasi media, Rabu (2/7/2025).
Menindaklanjuti temuan tersebut, PLN langsung melayangkan surat pemanggilan kepada pihak sekolah. Namun, pihak sekolah baru merespons setelah satu minggu sejak surat dikirim.
“Kami sampaikan bahwa kondisi ini menyalahi aturan dan menimbulkan kerugian negara. Maka, ada tagihan kompensasi yang harus dibayar,” tambah Nova.
Kepala SMAN 4 Sungai Kakap, Amri Mukminin, membantah adanya unsur kesengajaan. Ia menegaskan bahwa pihak sekolah hanya sebagai penerima manfaat bangunan, termasuk fasilitas listrik, dan tidak terlibat dalam proses awal pemasangan instalasi.
“Kami pindah ke bangunan itu pertengahan tahun 2024. Saat itu listrik sudah terpasang dan langsung bisa digunakan. Kami tidak tahu menahu soal instalasi sebelumnya,” ujar Amri.
Ia juga menambahkan bahwa sejak awal menempati gedung tersebut, sekolah rutin membayar tagihan listrik sebesar Rp800 ribu per bulan, meski kondisi gedung saat itu masih kosong.
“Saya bingung, kenapa tagihan tetap sama tiap bulan, padahal sekolah belum aktif sepenuhnya. Saya berkali-kali tanyakan ke PLN dan Disdikbud, tapi tidak mendapat penjelasan memadai,” ungkapnya.
Nova mengungkapkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Barat sejak April 2025. Disdikbud sempat menyatakan akan melakukan pembayaran, namun hingga Juni, belum ada tindak lanjut atau pembayaran masuk ke PLN.
Sementara itu, Amri juga mengaku telah menyampaikan persoalan ini ke Disdikbud. Ia mendapat informasi bahwa rencana pembayaran akan dilakukan melalui anggaran perubahan yang baru tersedia pada September 2025.
“Kami sudah lapor dan katanya memang akan dibayar, tapi menunggu proses anggaran perubahan. Jadi kami hanya bisa menunggu,” pungkasnya.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan terkait siapa yang bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran tersebut, mengingat pihak sekolah merasa tidak memiliki andil dalam pemasangan instalasi awal.
PLN hingga kini belum menyebutkan adanya unsur pidana, namun menegaskan bahwa kebocoran listrik tetap harus dipertanggungjawabkan. Selain kerugian materil, temuan ini juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap pembangunan fasilitas pendidikan, terutama terkait sambungan listrik dan legalitas penggunaannya.[SK]