Pontianak, Kalbar (Suara Nusantara) – Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, akhirnya angkat bicara mengenai polemik lagu "Bayar, Bayar, Bayar" milik Band Sukatani yang diturunkan dari berbagai platform musik. Lagu ini sebelumnya dianggap menyinggung oknum kepolisian, sehingga memicu kontroversi di kalangan masyarakat.Fadli Zon memberikan tanggapan soal polemik lagu Band Sukatani pada Sabtu (22/2/2025).SUARANUSANTARA/SK
Sebelumnya, dua anggota Band Sukatani, yakni Muhammad Syifa Al Lufti (gitaris) dan Novi Citra Indriyati (vokalis), telah menyampaikan permohonan maaf kepada pihak kepolisian atas lagu yang mereka ciptakan dan nyanyikan tersebut.
Dalam kesempatan di Istana Kadriah Kesultanan Pontianak, Sabtu (22/2/2025), Fadli Zon menegaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak setiap warga negara, namun tetap harus memahami batas-batas hukum.
“Kita sangat mendukung kebebasan berekspresi, tetapi di mana pun di seluruh dunia, kebebasan itu mesti ada batasnya. Batas-batasnya itu adalah hukum kita sebenarnya,” ujar Fadli Zon.
Fadli Zon juga mengingatkan agar kebebasan berekspresi tidak melanggar unsur SARA, yakni Suku, Agama, Ras, dan antar Golongan, termasuk institusi-institusi di Indonesia. Menurutnya, tidak semua budaya barat cocok diterapkan di Indonesia, yang memiliki nilai-nilai budaya timur dan menjunjung tinggi norma kesopanan.
“Norma-norma di barat belum tentu sama dengan di kita. Kita ini negara timur, Pancasila apalagi ya, jadi kita perlu menjaga sampai batas mana,” jelasnya.
Meski begitu, Fadli Zon mendukung kritik dari para seniman selama kritik tersebut bersifat membangun dan tidak menyinggung institusi secara keseluruhan.
“Kalau mengkritik oknum sebenarnya tidak ada masalah, tapi jangan kemudian membawa institusi, nah itu yang bisa menjadi masalah,” tegasnya.
Fadli Zon pun tetap mengapresiasi Band Sukatani dan karya-karya seniman lainnya yang membawa kritik membangun dalam setiap karya seni mereka.
“Saya kira kebebasan berekspresi harus kita dukung. Lagu-lagu (Band Sukatani) yang lain kan bagus-bagus semua,” tuturnya.
Lagu "Bayar, Bayar, Bayar" sempat menuai kritik keras karena liriknya yang berbunyi “bayar polisi” dianggap menyinggung institusi kepolisian. Penarikan lagu ini dari berbagai platform musik memicu kecaman dari sejumlah kalangan, yang menganggapnya sebagai pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi para seniman di Indonesia.
Banyak pihak menilai, penarikan lagu tersebut menjadi tanda bahaya bagi iklim demokrasi dan seni di Tanah Air. Kritik melalui karya seni seharusnya dijadikan bahan introspeksi, bukan justru diberangus.
Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi semua pihak dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan kepatuhan terhadap hukum, sehingga seni tetap hidup sebagai wahana kritik sosial yang konstruktif.[SK]