Kepala Bappeda Kota Pontianak, Sidig Handanu, menjelaskan bahwa Pontianak menghadapi tiga ancaman bencana utama: banjir, kebakaran lahan, dan puting beliung. Tantangan ini sering terjadi dalam kondisi yang bertolak belakang. “Ketika hujan turun dengan intensitas tinggi, terjadi genangan air, namun saat kemarau, kebakaran lahan kerap mengancam,” jelas Sidig.
Pontianak kini telah memiliki Rencana Aksi Iklim yang memetakan wilayah rentan bencana sebagai dasar untuk penanganan lebih lanjut. Lokakarya ini, lanjut Sidig, mengupas tantangan pengintegrasian data ilmiah dalam kebijakan berbasis bukti serta menyoroti pentingnya melibatkan kelompok rentan dalam skenario mitigasi banjir yang responsif gender.
Hasil dari lokakarya ini diharapkan mampu menghasilkan masterplan yang implementatif dan berkontribusi dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045. Sidig juga menegaskan pentingnya dukungan dari kabupaten/kota tetangga dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat karena posisi Pontianak yang diapit oleh wilayah yang lebih luas.
“Melalui temuan-temuan studi ini, kami berharap dapat membangun landasan yang kuat bagi kebijakan tata ruang, investasi infrastruktur, dan kesiapsiagaan bencana,” kata Sidig. Ia juga menekankan bahwa hasil penelitian ini seharusnya tidak hanya berupa laporan tetapi diterjemahkan ke dalam kebijakan konkret yang dapat mengurangi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari banjir, terutama bagi kelompok rentan.
Dengan terselenggaranya lokakarya ini, Pemerintah Kota Pontianak berharap langkah mitigasi banjir dapat lebih terarah, berdampak nyata, dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat. [SK]