Selama masa jabatannya, Bupati Jarot telah meresmikan banyak rumah betang di wilayah desa. Ia menilai kehadiran rumah adat tidak hanya sebagai simbol budaya, tetapi juga sebagai ruang untuk memperkuat keharmonisan dan persatuan antarwarga.
Valentinus Narung, Bendahara Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Sintang, turut memberikan sambutan dengan menegaskan bahwa adat dan budaya adalah identitas asli orang Dayak. Menurutnya, apapun keyakinannya, orang Dayak tetap bangga dengan asal usul dan warisan budayanya.
“Suku Dayak, apapun agamanya tetap Dayak. Rumah adat ini juga bukti adanya gotong royong. Rumah Adat Bui Nasi harus difungsikan dengan baik. Jangan setelah diresmikan lalu dibiarkan. Gunakan untuk melestarikan adat budaya, jadikan tempat bermusyawarah dan berkumpul,” ungkap Valentinus.
Pembangunan Rumah Adat Bui Nasi ini memakan waktu dua tahun, dimulai sejak 2018 dan selesai pada Oktober 2020 dengan anggaran sebesar 95 juta rupiah. Tahun ini, bangunan tersebut akhirnya resmi digunakan untuk masyarakat adat.
Ketua Adat Desa Lengkenat, Kamianus Ukat, menjelaskan makna penamaan Rumah Betang Bui Nasi, yang merujuk pada “anak bungsu” atau anak ketujuh dalam keluarga besar keturunan suku Dayak di wilayah tersebut. “Mereka adalah tokoh Dayak di Sepauk. Itulah sejarah kita di sini,” jelas Kamianus.
Ketua Panitia Pembangunan, Herkulanus Buding, mengharapkan agar rumah adat ini terus menjadi tempat pemersatu masyarakat dan wadah kegiatan budaya bagi generasi muda Dayak. [SK]