Pontianak, Kalbar (Suara Nusantara) – Harapan besar Daryono (58), warga Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, untuk menunaikan ibadah umrah pupus sudah. Ia menjadi salah satu korban gagalnya keberangkatan ratusan jemaah asal Kalimantan Barat yang difasilitasi oleh Koperasi Berkah Bersama Arafah (KBBA). Kini, setelah sempat terlantar di Sidoharjo, Daryono telah kembali ke Pontianak dengan menyisakan luka dan penyesalan mendalam.
Daryono menunjukan bukti cicilan pembayaran guna ibadah umroh namun ia hanya salah satu Jama’ah umroh yang gagal berangkat ibadah dari total 187 Jama’ah.SUARANUSANTARA/SK
Daryono, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bongkar muat di kawasan Pontianak Timur, mengaku terpaksa menjual rumah gubuknya demi melunasi biaya umrah sebesar Rp29,9 juta kepada koperasi tersebut.
“Saya percaya karena ditawarkan oleh Team Leader mereka, namanya Nia. Saya ikuti semua prosesnya sampai pelunasan. Untuk itu saya jual rumah gubuk saya di Parit Mayor seharga Rp55 juta,” ujar Daryono saat ditemui di kediamannya, Sabtu (1/11/2025).
Menurut Daryono, keberangkatan jemaah dijadwalkan pada akhir Oktober 2025. Ia bersama 230 jemaah asal Kalbar kemudian diberangkatkan menuju Sidoharjo. Namun sesampainya di sana, mereka justru dikumpulkan di sebuah hotel tanpa kejelasan.
“Dari 230 orang, hanya 43 yang tiba-tiba berangkat duluan dengan alasan tak bisa ditampung semua. Kami yang lain disuruh menunggu. Saat itu kami sudah curiga,” katanya.
Setelah tiga hari menunggu tanpa kepastian, para jemaah akhirnya menuntut penjelasan dari Ketua Koperasi, Iqbal Setya Pratama. Dalam pertemuan itu, terungkap fakta bahwa dana yang disetorkan koperasi kepada pihak travel ternyata tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya.
“Dari penjelasan pihak travel, ternyata uang yang diterima dari koperasi cuma Rp2,35 miliar, padahal seharusnya untuk 230 jemaah totalnya Rp5,9 miliar,” jelas Daryono.
Akibat dugaan penyelewengan dana tersebut, sebanyak 187 jemaah gagal berangkat dan terlantar di Sidoharjo. Meski begitu, pihak koperasi disebut masih menunjukkan itikad baik dengan menandatangani empat poin perjanjian tanggung jawab bermaterai, di antaranya:
Bertanggung jawab secara moral dan hukum atas keberangkatan serta kepulangan jemaah.
Akan membantu pemulangan jemaah yang telah berangkat dan menjadwalkan ulang keberangkatan antara Desember 2025–April 2026.
Siap menyelesaikan kewajiban kepada jemaah, termasuk pengembalian dana bagi yang tidak ingin melanjutkan keberangkatan.
Bersedia menerima sanksi hukum bila terbukti menyelewengkan atau menunda dana jemaah secara tidak wajar.
Peristiwa ini menambah daftar panjang kasus dugaan penipuan dan kelalaian dalam penyelenggaraan ibadah umrah. Daryono dan ratusan jemaah lainnya kini hanya berharap agar aparat hukum segera turun tangan dan dana yang telah mereka perjuangkan dengan susah payah bisa kembali.
“Saya cuma ingin uang saya dikembalikan, atau kalau bisa benar-benar diberangkatkan ke tanah suci. Itu saja,” pungkas Daryono lirih.[SK]