Sambas, Kalbar (Suara Nusantara) – Sebuah video parodi bacaan Ta’awudz yang beredar di media sosial menimbulkan keresahan masyarakat Kabupaten Sambas. Video tersebut dinilai tidak pantas karena menampilkan bacaan Al-Qur’an dengan nada yang terkesan memperolok, sehingga memicu reaksi luas di kalangan warga dan tokoh agama.
Polisi periksa empat warga Sambas yang viral di video parodi Bacaan Ta’awudz.SUARANUSANTARA/SK
Menindaklanjuti laporan masyarakat, pihak kepolisian segera memanggil empat orang yang terlibat dalam pembuatan video tersebut. Mereka masing-masing berinisial M (25), E (46), DZ (35), dan Z (31), yang seluruhnya merupakan warga Dusun Sebelitak, Desa Berlimang, Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten Sambas.
Kasi Humas Polres Sambas, AKP Sadoko Kasih, membenarkan bahwa laporan terkait video tersebut telah diterima dan langsung ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.
“Konten itu menampilkan bacaan Al-Qur’an yang dibawakan dengan nada yang tidak pantas, seolah memperolok-olok bacaan Ta’awudz,” jelas AKP Sadoko, Kamis (23/10/2025).
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, diketahui bahwa keempat warga tersebut aktif membuat berbagai konten di media sosial Facebook. Dalam keterangannya, mereka mengaku tidak memiliki niat menistakan agama, melainkan hanya ingin membuat video lucu agar menarik perhatian warganet.
“Dari pengakuan mereka, video itu dibuat tanpa maksud melecehkan ajaran agama. Namun tetap saja konten tersebut telah menimbulkan keresahan di masyarakat,” tambahnya.
Sebagai langkah tindak lanjut, Polres Sambas menggelar rapat koordinasi bersama Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sambas, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), serta Kepala Desa Berlimang untuk mencari solusi penyelesaian yang tepat dan bijak.
“Kami mengimbau masyarakat agar tetap tenang, tidak mudah terprovokasi, serta tidak menyebarluaskan kembali video tersebut demi menjaga situasi keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten Sambas,” tutup AKP Sadoko.
Pihak kepolisian juga menegaskan bahwa kasus ini akan terus dipantau guna mencegah terulangnya hal serupa di masa mendatang. Masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam bermedia sosial dan memastikan konten yang dibuat tidak menyinggung unsur SARA maupun keagamaan.[SK]