![]() |
| Toko pakaian bekas di kawasan Pasar Tengah Pontianak.SUARANUSANTARA/SK |
Menurut Suriansyah, impor pakaian bekas selama ini merupakan praktik ilegal karena tidak memenuhi kewajiban pajak dan bea cukai. Ia menilai, pelarangan impor ini menjadi langkah strategis untuk menekan kebocoran pendapatan negara sekaligus menciptakan persaingan usaha yang sehat.
“Barang impor bekas ini tidak membayar pajak dan cukai, sementara produk dalam negeri harus menanggung biaya tinggi seperti pajak, tenaga kerja, dan bahan baku. Akibatnya, harga produk lokal lebih mahal dan sulit bersaing di pasaran,” ujarnya, Minggu (26/10/2025).
Ia menjelaskan, maraknya penjualan pakaian bekas impor dengan harga murah berdampak pada menurunnya omset pengusaha tekstil lokal. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal serta menurunkan kontribusi sektor tekstil terhadap perekonomian nasional.
Suriansyah menilai kebijakan pelarangan impor pakaian bekas merupakan “angin segar” bagi kebangkitan industri tekstil Indonesia. Namun, ia juga menekankan bahwa pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan impor pakaian baru agar tidak menekan produsen dalam negeri.
“Bukan hanya pakaian bekas, tapi impor pakaian baru juga sebaiknya dibatasi atau dikenakan tarif tinggi agar produk tekstil lokal memiliki ruang untuk bersaing,” jelasnya.
Ia menambahkan, pemerintah harus menyiapkan solusi konkret bagi para pelaku usaha pakaian bekas yang terdampak kebijakan ini. “Pemerintah perlu menyediakan alternatif usaha atau lapangan kerja baru agar mereka tetap memiliki sumber penghasilan,” pungkasnya.[SK]