Dana Transfer Pusat Dipangkas Rp522 Miliar, APBD Kalbar 2026 Turun Jadi Rp5,7 Triliun

Sebarkan:

Sekda Kalbar Harisson menyampaikan pandangan gubernur terhadap pembahasn RAPBD 2026 kepada seluruh fraksi yang ada di DPRD Kalbar.SUARANUSANTARA/SK
Pontianak, Kalbar (Suara Nusantara) – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menghadapi tantangan besar akibat berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp522,18 miliar.

Sekretaris Daerah Provinsi Kalbar, Harisson, menyampaikan hal itu saat mewakili Gubernur Kalbar dalam jawaban atas pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kalbar terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2026, Jumat (3/10/2024).

“Pengurangan tersebut membuat alokasi dana transfer yang semula Rp2,9 triliun menjadi Rp2,465 triliun, sehingga total APBD Kalbar 2026 turun dari Rp6,2 triliun menjadi Rp5,7 triliun,” kata Harisson.

Rinciannya, Dana Bagi Hasil (DBH) turun menjadi Rp151 miliar, Dana Alokasi Umum (DAU) berkurang menjadi Rp337 miliar, sementara Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun ini ditiadakan, padahal tahun lalu Kalbar masih menerima Rp51 miliar.

Menurut Harisson, pemangkasan ini berpotensi berdampak langsung pada sejumlah program pelayanan publik dan pembangunan daerah. Karena itu, Pemprov Kalbar bersama pimpinan DPRD akan melakukan negosiasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri di Jakarta.

“Kita harus mencari solusi agar program prioritas masyarakat tetap berjalan. Kalau tidak, banyak pelayanan akan terhambat,” ujarnya.

Harisson menegaskan, pemerintah sejalan dengan pandangan DPRD untuk mengoptimalkan penerimaan daerah dengan langkah-langkah konkret, seperti menetapkan target realistis, menyederhanakan regulasi, memberikan insentif pajak, melakukan pemetaan potensi, serta memutakhirkan data berbasis digital.

“Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan tata kelola keuangan yang inklusif dan berdaya saing,” jelasnya.

Untuk menjaga kualitas belanja, Pemprov Kalbar akan tetap memprioritaskan belanja produktif pada sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur penunjang ekonomi masyarakat.

Belanja modal tetap mendapat porsi penting, namun Harisson menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah tidak semata diukur dari belanja modal, melainkan juga dari belanja barang dan jasa yang mendukung program perbaikan permukiman, sanitasi, hingga rumah layak huni.

Selain itu, penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) akan dikawal secara ketat dengan verifikasi dokumen hukum dan audit oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) maupun BPK, agar tepat sasaran dan transparan.

“Dengan keterbatasan fiskal yang ada, Pemprov Kalbar menekankan disiplin dalam pengelolaan keuangan serta komitmen bersama DPRD untuk menjaga kesinambungan pembangunan,” pungkas Harisson.[SK]

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini