Sekadau, Kalbar (Suara Nusantara) – Wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dituntut memiliki kemampuan jurnalistik yang mumpuni dan berintegritas tinggi, terutama di tengah perkembangan pesat era digital. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua PWI Kalimantan Barat, Kundori, dalam acara Orientasi Kewartawanan dan Keorganisasian (OKK) di Sekadau, Senin (24/2/2025).Orentasi Kewartawanan dan Keorganisasian (OKK) di Sekadau, Senin (24/2/2025).SUARANUSANTARA/SK
Kundori menjelaskan bahwa OKK merupakan syarat utama untuk menjadi anggota PWI, sesuai aturan organisasi. Para wartawan diharapkan memahami sejarah PWI sebagai organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam PD PRT PWI.
"Tidak semua orang bisa menjadi anggota PWI. Mereka harus memiliki integritas dan profesionalisme yang tinggi agar PWI tetap menjadi organisasi yang disegani. Anggota PWI harus paham terhadap hak dan kewajibannya," ujar Kundori.
Ia juga menambahkan bahwa PWI secara rutin memberikan pelatihan kepada anggotanya untuk meningkatkan kemampuan sesuai perkembangan zaman. Selain itu, pelatihan ini juga bertujuan untuk memperdalam pemahaman mengenai kode etik jurnalistik dan pemberitaan yang ramah anak.
Acara tersebut turut menghadirkan narasumber Taufik Hidayat, peraih penghargaan Adi Negoro dua kali yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Pembinaan Daerah PWI Kalimantan Barat.
Taufik menjelaskan bahwa sertifikasi wartawan yang diwajibkan oleh Dewan Pers idealnya memberikan perlindungan baik bagi wartawan maupun narasumber dari disinformasi.
"Peran wartawan sebagai penyampai informasi penting berbasis fakta kepada publik sangatlah krusial. Namun, wartawan bukan manusia super yang selalu benar. Jika terjadi kesalahan dalam penyebaran informasi, hak jawab dan hak koreksi perlu digunakan," kata Taufik.
Hak jawab dan hak koreksi, lanjutnya, memiliki peran penting untuk menjaga kebenaran informasi yang disebarkan wartawan. Hal ini diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sehingga hak tersebut memiliki dasar hukum yang kuat.
Taufik juga mengingatkan bahwa media yang tidak mengindahkan hak jawab bisa dikenakan sanksi hukum pidana dengan denda hingga Rp 500 juta atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ), sebagaimana tercantum dalam UU Pers.
"Lembaga pers tidak boleh semena-mena dalam menyampaikan informasi. Semua berita harus berdasarkan fakta dan kebenaran," tegasnya.
Ia menekankan bahwa pers memiliki asas demokratis yang berarti berita harus disiarkan secara berimbang dan independen. Selain itu, pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi, serta selalu mengutamakan kepentingan publik dengan menjunjung tinggi asas profesionalitas, moralitas, dan supremasi hukum.[SK]