![]() |
Holidin, penggerak pelestarian di Taman Konservasi Puspa Langka Tebat Monok, Kepahiang, Bengkulu.SUARANUSANTARA/SK |
Di Desa Tebat Monok, Kepahiang, sekitar 50 kilometer dari Kota Bengkulu, terdapat taman konservasi sederhana yang menjadi rumah bagi berbagai jenis bunga bangkai. Taman seluas 3 hektare ini merupakan hasil kerja keras Holidin dan enam saudaranya, yang bertekad untuk melestarikan bunga raksasa beraroma tajam tersebut.
Holidin, yang berasal dari Kabupaten Seluma, Bengkulu, mulai bergerak pada 1998 setelah melihat ancaman terhadap habitat alami bunga bangkai akibat pembukaan lahan liar dan illegal logging.
“Kalau tidak ada kepedulian, bunga bangkai bisa punah. Pembukaan lahan liar dan penggunaan herbisida membuat umbinya mati dan membusuk,” jelas Holidin, dilansir dari VOA Indonesia.
Selain mengelola taman konservasi dengan dana pribadi, Holidin juga aktif mengajak masyarakat untuk ikut melestarikan bunga ini. Dalam berbagai acara, ia kerap menyampaikan pentingnya menjaga flora langka tersebut agar tetap lestari.
Amorphophallus merupakan genus tumbuhan dari famili talas-talasan (Araceae), dengan lebih dari 200 spesies, termasuk 25 spesies yang ada di Indonesia.
“Bunga bangkai memiliki dua fase kehidupan: fase vegetatif (tumbuh daun dan batang) dan fase generatif (mekar menjadi bunga),” jelas Sofian, koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu.
Bunga bangkai memerlukan waktu 4–10 tahun untuk mekar pertama kali sejak umbinya ditanam. Mekarnya hanya berlangsung 1 hari, lalu layu dalam waktu sekitar satu minggu. Setelah itu, bunga akan kembali mekar dalam interval 2–3 tahun berikutnya.
Dua spesies bunga bangkai raksasa yang paling terkenal adalah: Amorphophallus titanum – Dapat tumbuh hingga 3 meter dengan diameter hampir 2 meter. Amorphophallus gigas – Memiliki tangkai lebih panjang dari permukaan tanah hingga bunganya.
Menurut Sofian, bunga ini tumbuh baik di hutan hujan tropis yang lembap, terutama di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Keunikan bunga bangkai menjadikannya sebagai daya tarik wisata berkelanjutan. Di Bengkulu, KPPL bekerja sama dengan komunitas lokal untuk mengawasi dan mengelola ekowisata puspa langka.
“Kami tidak memungut biaya tetap, tetapi wisatawan bisa memberi kontribusi seikhlasnya. Ada juga jasa ojek bagi yang tidak ingin berjalan kaki ke hutan,” ungkap Prasetya Jaggad Fernandes, pegiat KPPL Bengkulu Utara.
Pengunjung dari mancanegara terus berdatangan, terutama saat musim mekarnya bunga. Tahun 2024, sebagian besar wisatawan justru berasal dari luar negeri, terutama dari Australia, Amerika, dan Inggris.
Pada 24 Januari 2025, bunga bangkai pertama kali mekar di Brooklyn Botanic Garden, New York, setelah tujuh tahun penantian.
“Aromanya seperti kaus kaki berkeringat, keju busuk, hingga makanan yang membusuk,” kata seorang pengunjung, dikutip dari Reuters.
Presiden Brooklyn Botanic Garden, Adrian Benepe, mengakui bahwa fenomena ini menarik perhatian besar dari warga.
“Hari ini adalah salah satu hari terdingin tahun ini, tetapi jumlah pengunjung kami meningkat hingga lima kali lipat,” ujarnya.
Menurut Kate Fermoile, direktur interpretasi taman botani, bau bunga bangkai memiliki tujuan biologis, yakni menarik kumbang dan lalat sebagai penyerbuk, berbeda dari bunga lain yang menarik lebah atau burung.
Meski semakin dikenal dunia, konservasi bunga bangkai masih menghadapi tantangan besar. Holidin mengungkapkan bahwa dukungan pemerintah masih minim, sehingga upaya pelestarian lebih banyak dilakukan oleh komunitas lokal dan individu yang peduli.
“Secara ekonomi, konservasi ini belum bisa diandalkan. Kami terus melakukannya karena kecintaan pada bunga-bunga langka ini,” tuturnya.
Pemerintah pusat telah menetapkan umbi Amorphophallus sebagai spesies yang dilindungi, sesuai UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.[SK]