Orangutan berusia 6 tahun ini sebelumnya diselamatkan oleh tim gabungan pada 10 Juli 2024, setelah terlibat dalam konflik manusia-orangutan di kebun warga di Desa Riam Berasap, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara. Marisa ditemukan bersama induknya, yang tragisnya ditemukan mati akibat luka yang diduga disebabkan oleh infeksi akibat senjata tajam. Marisa sendiri menderita luka parah di kaki kanannya.
Tim medis dari YIARI segera melakukan perawatan intensif terhadap Marisa di pusat rehabilitasi di Desa Sungai Awan Kiri, Kabupaten Ketapang. “Luka yang parah di kaki kanan Marisa, yang sempat terinfeksi dan bernanah, kini telah sembuh berkat perawatan intensif dari tim kami,” ungkap Koordinator Tim Medis YIARI, Fina Fadiah. Fina juga menambahkan bahwa pemulihan Marisa tidak hanya fokus pada fisiknya, tetapi juga pada kondisi psikisnya, yang dijaga agar tetap stabil selama rehabilitasi.
Setelah empat bulan perawatan, Marisa dinyatakan sehat dan siap dikembalikan ke habitat alaminya. Pelepasliaran dilakukan di kawasan Taman Nasional Gunung Palung, yang dipilih berdasarkan lokasi penyelamatan dan hasil survei yang menunjukkan kawasan tersebut memiliki pakan yang cukup melimpah serta kondisi lingkungan yang aman bagi Marisa. Selain itu, kawasan ini dikelilingi sungai yang berfungsi sebagai penghalang alami untuk menghindari konflik dengan kebun masyarakat.
“Pelepasan Marisa kembali ke alam adalah simbol harapan setelah kehilangan induknya akibat konflik manusia-satwa. Ini juga merupakan langkah penting dalam pelestarian orangutan di Kalimantan Barat,” kata Kepala Balai TANAGUPA, Himawan Sasongko.
Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, menyampaikan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (NGO), dan masyarakat dalam melestarikan satwa liar, khususnya orangutan. “Pelepasliaran ini mengingatkan kita semua untuk memperkuat kerjasama dengan masyarakat yang tinggal di sekitar habitat orangutan, agar mereka dapat hidup berdampingan secara harmonis,” ungkapnya.
Upaya ini juga mendukung visi YIARI untuk menciptakan dunia di mana manusia dan satwa hidup berdampingan dalam ekosistem yang sehat, sejalan dengan arahan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni untuk menjaga keseimbangan alam.
Dengan pelepasliaran Marisa, para konservasionis berharap bahwa anak orangutan ini dapat hidup mandiri di alam liar dan menjadi simbol penting bagi perlindungan satwa liar di Kalimantan. [SK]