![]() |
Robertus Mamang, Demong atau juru kunci hutan Larangan di Desa Asam Besar, saat menjelaskan kekayaan alam yang tersimpan di dalam hutan.SUARANUSANTARA/SK |
Robertus Mamang, seorang Demong atau juru kunci Hutan Larangan Brupis, mengisahkan bagaimana masyarakat mengandalkan hutan ini pada bencana kabut asap tahun 2014.
“Pada saat itu, udara di wilayah kami sangat buruk. Banyak warga mengalami gangguan pernapasan. Sekitar 20 orang datang dan menginap di hutan ini selama dua minggu untuk memulihkan kesehatan dengan menghirup udara segar,” tutur Robertus dalam media visit yang difasilitasi oleh Forum Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), baru-baru ini.
Hutan Larangan Brupis bukan sekadar tempat berlindung dari polusi, tetapi juga sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar.
“Masyarakat memanfaatkan hutan ini untuk mengambil tanaman obat, sayur-mayur, rebung, petai, dan jengkol. Bahkan, kayu dari hutan juga dimanfaatkan secara berkelanjutan, di mana setiap pohon yang ditebang harus diganti dengan dua pohon baru,” jelasnya.
Hutan ini juga menjadi sumber utama mata air desa, yang menyuplai kebutuhan air bersih bagi warga Desa Asam Besar.
“Bagi masyarakat desa, hutan ini adalah sumber kehidupan. Sungai yang menjadi sumber air bersih untuk desa kami berasal dari kawasan hutan ini,” tambah Robertus.
Kisah Hutan Larangan Brupis memberikan pelajaran penting mengenai pentingnya menjaga kelestarian hutan. Keberadaan hutan tidak hanya melindungi flora dan fauna, tetapi juga menopang kesehatan manusia dengan menyediakan udara bersih dan sumber daya alam berkelanjutan.
Upaya pelestarian hutan perlu terus digalakkan demi menjamin kualitas hidup generasi mendatang, terutama dalam menghadapi ancaman bencana ekologis seperti kabut asap.[SK]